Tafsir An Naba’ Ayat 11: Peran Siang dalam Kehidupan dan Rezeki Manusia Menurut Para Mufassir
Bismillah, walhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala rasulillah, amma ba’du.
Allah Ta’ala berfirman:
وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا
“Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,” (QS. An Naba’: 11).
Imam Ath Thabari rahimahullah (w. 310 H) menuturkan dalam tafsirnya:
Dan firman-Nya: “Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,” (QS. An Naba’: 11), yakni: Kami jadikan siang sebagai waktu untuk mencari penghidupan. Allah menjadikan siang sebagai waktu yang terang agar kalian dapat menyebar dan bergerak untuk mencari penghidupan, mengurus berbagai keperluan duniawi kalian, dan mengharap karunia Allah pada waktu tersebut. Karena siang menjadi sebab aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup, maka Allah menamakannya “Ma’asya” (penghidupan).
Sebagaimana dalam syair Arab:“Dan orang yang diliputi oleh berbagai kesusahan, bila datang waktu malam kelam, maka bantalnya tidak pernah menjadikannya tidur.” Penyair menyandar-kan keadaan tidak tidur pada bantal, namun maksud sebenarnya adalah pemilik bantal itu sendiri.
Diriwayatkan dari Mujahid, beliau menafsirkan: “Siang untuk mencari penghidupan,” (QS. An Naba’: 11), dengan: “mereka mencari karunia Allah di dalamnya.”“ (Jami‘ Al Bayan ‘an Ta’wil Ay Al Quran, 24/10, cet. Dar Hijr, Kairo).
Kemudian Imam Al Qurthubi rahimahullah (w. 671 H) menyampai-kan:
﴿وَجَعَلْنَا النَّهارَ مَعاشاً﴾ فِيهِ إِضْمَارٌ، أَيْ وَقْتَ مَعَاشٍ، أَيْ مُتَصَرَّفًا لِطَلَبِ الْمَعَاشِ وَهُوَ كُلُّ مَا يُعَاشُ بِهِ مِنَ الْمَطْعَمِ وَالْمَشْرَبِ وَغَيْرِ ذَلِكَ فَـ ﴿مَعاشاً﴾ عَلَى هَذَا اسْمُ زَمَانٍ، لِيَكُونَ الثَّانِي هُوَ الْأَوَّلُ. وَيَجُوزُ أَنْ يَكُونَ مَصْدَرًا بِمَعْنَى الْعَيْشِ عَلَى تَقْدِيرِ حَذْفِ الْمُضَافِ.
“Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,” (QS. An Naba’: 11), ayat ini mengandung elipsis (penyembunyian kata), yakni maknanya adalah waktu untuk mencari penghidupan. Maksudnya, siang merupakan waktu bagi manusia untuk beraktivitas dalam mencari penghidupan, yaitu segala sesuatu yang digunakan untuk hidup, seperti makanan, minuman, dan lainnya. Maka kata “Ma’asyan” (penghidupan) (QS. An Naba’: 11), dalam konteks ini dapat ditafsirkan sebagai isim zaman (kata benda penunjuk waktu), sehingga kata yang kedua (baca: ma’asyan) menunjukkan makna dari kata yang pertama (baca: waktu). Namun, bisa juga dipahami sebagai mashdar (kata benda yang menunjukkan makna dasar) dengan arti kehidupan, berdasarkan takdir adanya mudhaf yang dihilangkan.” (Al Jami‘ li Ahkami Al Quran, 19/172, cet. Dar ‘Alam Al Kutub, Riyadh).
Imam Ibnu Katsir rahimahullah (w. 774 H) mengatakan:
وَقَوْلُهُ: ﴿وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا﴾ أَيْ: جَعَلْنَاهُ مُشْرِقًا مُنيرًا مُضِيئًا، لِيَتَمَكَّنَ النَّاسُ مِنَ التَّصَرُّفِ فِيهِ وَالذِّهَابِ وَالْمَجِيءِ لِلْمَعَاشِ وَالتَّكَسُّبِ وَالتِّجَارَاتِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ.
“Firman Allah: “Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidup-an,” (QS. An Naba’: 11), yakni: Kami jadikan siang itu bercahaya, terang, dan bersinar, agar manusia dapat dengan mudah beraktivitas di dalamnya, seperti pergi dan datang untuk mencari penghidupan, bekerja, berdagang, dan berbagai kegiatan lainnya.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/303, cet. Dar Thayyibah, Riyadh).
Washallallahu ‘ala nabiyyina muhammad waalihi washahbihi wasallam, walhamdulillahi rabbil ‘alamin.