Tafsir An-Naba’ Ayat 13: Keagungan Matahari, Cahaya dan Manfaatnya
Bismillah, walhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala rasulillah, amma ba’du. Insyaallah kita akan mentadabburi surah An Naba’ ayat ke 13 melalui beberapa tafsir dari para ulama berikut.
Allah Ta’ala berfirman:
وَجَعَلْنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا
“Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari),” (Q.S An Naba’: 13)
Imam Ath Thabari rahimahullah (w. 310 H) menjelaskan dalam tafsirnya:
Allah ﷻ berfirman: “Dan Kami jadikan pelita.” Yang dimaksud dengan pelita di sini adalah matahari. Sedangkan firman-Nya: “yang amat terang” bermakna: menyala dengan terang (sangat bercahaya dan panas).
Pendapat ini juga dinyatakan oleh para ahli tafsir. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata tentang firman-Nya: “Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari),” yakni “bersinar terang”. Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas beliau menyatakan: “Maksudnya adalah pelita yang menerangi.”
Mujahid berkata: “berkelap-kelip atau bersinar terang.” Qatadah berkata: “yang menyinari.” Sufyan mengatakan: “cahayanya berkilauan.” (Jami‘ Al Bayan Fi Ta’wil Ay Al Quran, 24/10-11, cet. Dar Hajar, Kairo).
Lalu Imam Al Qurthubi rahimahullah (w. 671 H) menjelaskan dalam tafsirnya:
أَيْ وَقَّادًا وَهِيَ الشَّمْسُ. وَجَعَلَ هُنَا بِمَعْنَى خَلَقَ، لِأَنَّهَا تَعَدَّتْ لِمَفْعُولٍ وَاحِدٍ وَالْوَهَّاجُ الَّذِي لَهُ وَهَجٌ، يُقَالُ: وَهَجَ يَهِجُ وَهْجًا وَوَهَجًا وَوَهَجَانًا. وَيُقَالُ لِلْجَوْهَرِ إِذَا تَلَأْلَأَ تَوَهَّجَ. وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: وَهَّاجًا مُنِيرًا مُتَلَأْلِئًا.
“Maksudnya adalah yang menyala terang, dan yang dimaksud adalah matahari. Kata “جعلنا” (Kami menjadikan) di sini bermakna “خلقنا” (Kami menciptakan), karena kata kerja ini hanya membutuhkan satu objek. “الوهاج” adalah sesuatu yang memiliki sinar menyala. Dalam bahasa Arab dikatakan: وَهَجَ يَهِجُ وَهْجًا وَوَهَجًا وَوَهَجَانًا, yang semuanya menunjukkan makna bercahaya terang.
Juga dikatakan tentang permata apabila ia berkilauan: تَوَهَّجَ (bersinar menyala-nyala). Ibnu ‘Abbas berkata: “وهاجا” artinya: “bersinar, bercahaya, dan berkilau terang.” (Al Jami‘ Li Ahkam Al Quran, 19/172, cet. Dar Alam Al Kutub, Riyadh).
Kemudian Imam Ibnu Katsir rahimahullah (w. 774 H) menjelaskan pula dalam tafsirnya:
يَعْنِي: الشَّمْسَ الْمُنِيرَةَ عَلَى جَمِيعِ الْعَالَمِ الَّتِي يَتَوَهَّجُ ضَوْؤُهَا لِأَهْلِ الْأَرْضِ كُلِّهِمْ.
“Yang dimaksud adalah matahari yang menyinari seluruh alam, yang cahayanya bersinar terang bagi seluruh penghuni bumi.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/303, cet. Dar Thayyibah, Riyadh).
Berikutnya Syaikh As Sa‘di rahimahullah (w. 1376 H) menyampaikan dalam tafsirnya:
نَبَّهَ بِالسِّرَاجِ عَلَى النِّعْمَةِ بِنُورِهِ، الَّذِي صَارَ كَالنَّضُورَةِ لِلْخَلْقِ، وَبِالْوَهَّاجِ وَهِيَ حَرَارَتُهَا، عَلَى مَا فِيهَا مِنَ الإِنْضَاجِ وَالْمَنَافِعِ.
“Allah mengisyaratkan melalui kata “سيراج” (pelita/matahari) kepada nikmat cahaya-Nya, yang telah menjadi kebutuhan pokok bagi seluruh makhluk. Dan melalui kata “وهاج” (yang menyala-nyala panas), Allah menunjukkan panasnya matahari, yang mengandung manfaat besar seperti mematangkan (mengolah) sesuatu dan fungsi-fungsi lainnya yang bermanfaat.” (Taysir Al Karim Ar Rahman Fi Tafsir Kalam Al Mannan, hlm. 1072, cet. Dar Ibn Al Jauzi, Dammam).
Wallahu a’lamu bishshawab.