Menikah Apakah Wajib, Sunnah, Makruh, Haram, atau Mubah?
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullah,
Sy seorang pemuda berusia awal dua puluhan. Belakangan ini sy merasa mulai ada dorongan untuk menikah, apalagi godaan zina makin besar. Tapi di sisi lain, sy belum mapan secara finansial, meski secara fisik insyaAllah sehat dan normal. Nah sy jadi bingung, sebenarnya menikah itu wajib, sunnah, atau bagaimana? Mohon penjelasannya Ust.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,
Semoga Allah menjaga Anda dan seluruh pemuda yang berusaha hidup dalam ketaatan.
Pertanyaan ini sangat penting, dan sering muncul di kalangan para pemuda yang ingin menjaga diri, namun bingung dengan hukum menikah dalam kondisi mereka yang belum ideal secara finansial. Dalam hal ini, para ulama telah memberikan penjelasan yang komprehensif di antaranya tertuang dalam Fatawa Islam no. 26587; bahwa hukum menikah dalam Islam tidak bersifat tunggal, melainkan berubah-ubah sesuai keadaan individu. Hukum pernikahan bisa menjadi wajib, sunnah, haram, makruh, atau mubah, tergantung pada situasi dan kebutuhan orang tersebut.
Kapan Menikah Menjadi Wajib?
Menikah menjadi wajib bagi orang yang memenuhi dua syarat:
- Mampu secara fisik dan materi (meskipun tidak harus kaya raya).
- Takut terjerumus dalam perzinaan jika tidak menikah.
Mengapa? Karena menjaga diri dari yang haram adalah kewajiban, dan dalam kondisi seperti ini, tidak ada jalan lain untuk menjaga diri kecuali dengan menikah.
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata:
المستطيع الذي يخاف الضرر على نفسه ودينه من العزوبة لا يرتفع عنه ذلك إلا بالتزويج، لا يختلف في وجوب التزويج عليه.
“Orang yang mampu menikah dan khawatir keselamatan diri dan agamanya karena membujang, maka tidak ada jalan keluar kecuali dengan menikah. Dalam kondisi ini, tidak ada perbedaan pendapat bahwa menikah wajib baginya.” (Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq 2/16, Maktabah Shamela)
Kapan Menikah Disunnahkan?
Jika Anda memiliki keinginan kuat untuk menikah dan juga memiliki kemampuan (meskipun pas-pasan), tapi Anda merasa aman dari terjatuh dalam dosa, maka menikah dalam kondisi ini sunnah.
Ini adalah hukum asal pernikahan yang menjadi sarana kesempurnaan agama, penjaga kesucian, dan pelengkap ketenangan jiwa.
Kapan Menikah Diharamkan?
Menikah bisa menjadi haram, jika seseorang:
- Tidak mampu menunaikan hak-hak istri seperti nafkah dan hubungan suami istri.
- Tidak memiliki keinginan untuk menikah.
- Namun tetap memaksakan diri untuk menikah tanpa memberi tahu kondisi sebenarnya kepada calon pasangan.
Imam al-Qurthubi berkata:
“فمتى علم الزوج أنه يعجز عن نفقة زوجته، أو صداقها، أو شيء من حقوقها الواجبة عليه، فلا يحل له أن يتزوجها حتى يبين لها، أو يعلم من نفسه القدرة على أداء حقوقها…”
“Apabila seorang laki-laki tahu bahwa ia tidak mampu menafkahi istrinya, membayar mahar, atau menunaikan hak-hak wajib lainnya, maka haram baginya menikahi wanita tersebut kecuali ia menjelaskan keadaannya atau yakin akan mampu memenuhi hak-haknya.” (Tafsir Al-Qurtubi, surat Al-Baqarah ayat 230).
Kapan Menikah Dimakruhkan?
Menikah menjadi makruh, jika seseorang:
- Akan mengurangi hak-hak istri secara minor, misalnya tidak bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan biologis atau nafkah, tapi tidak sampai membahayakan istri.
- Dan menikah justru membuatnya lalai dari amal-amal utama seperti menuntut ilmu atau ibadah tertentu.
Contohnya: seorang laki-laki yang sibuk dalam thalabul ‘ilmi, tidak memiliki hasrat kuat menikah, dan calon istrinya pun wanita kaya yang tidak terlalu menuntut hubungan suami istri.
Kapan Menikah Dihukumi Mubah?
Pernikahan menjadi mubah (boleh), jika seseorang tidak terdorong oleh syahwat yang mendesak, tidak pula dihalangi oleh suatu sebab, dan tidak ada dampak buruk dari pernikahannya.
Artinya, dia menikah sekadar karena ingin, dan tidak ada konsekuensi khusus di baliknya.
Sobat muda yang dirahmati Allah,
Jangan terburu-buru menikah hanya karena tren atau tekanan sosial. Tapi juga jangan menunda jika hati dan kondisi sudah mendesak. Kunci utamanya: ukur diri dengan jujur; apakah Anda khawatir terjerumus dalam dosa? Apakah Anda sanggup menanggung tanggung jawab sebagai suami?
Kalau jawaban dari dua pertanyaan itu adalah iya, maka menikahlah. Jangan menunggu “mampu ideal” versi dunia, karena sesungguhnya Allah akan mencukupi hambanya yang berniat menjaga kehormatan.
Allah Ta’ala berfirman:
وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَـٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّـٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌۭ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahaya laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.”
(QS. An-Nur: 32)
Semoga Allah memudahkan Anda dalam memilih yang terbaik dan menjaga Anda dari jalan yang haram.
Dijawab oleh: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.