TUNTUNAN DALAM BERQURBAN (Bag: 1)
Ust. Muh. Faqihudin Ismail
Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah merupakan hari-hari yang sangat agung dalam Islam. Amal saleh yang dilakukan di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari lainnya.
Nabi Muhammad Shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
((ما من أيام العمل الصالح فيها محبوب إلى الله من هذه الأيام العشر)) وقالوا: يا رسول الله، ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ((ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجل خرج بنفسه وماله ثم لم يرجع من ذلك بشيء))
Artinya:
“Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih dicintai oleh Allah melebihi amal di sepuluh hari ini.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah termasuk jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab: “Bahkan jihad pun tidak, kecuali orang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya, lalu ia tidak kembali dengan membawa apa pun.” (HR. al-Bukhari no. (969); Abu Dawud no. (2438); al-Tirmidzi no. (757); dan Ibnu Mājah, no. (1727).)
Oleh karena itu, kaum Muslimin sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh pada hari hari ersebut, dan diantara keta’atan yang paling mulia yang dikerjakan seseorang adalah ibadah qurban.
Qurban termasuk sunnah mu’akkadah menurut mayoritas ulama dan merupakan syiar yang paling agung dalam agama Islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
((وأما الأضحية فإنها من أعظم شعائر الإسلام، وهي النسك العام في جميع الأمصار، وهي من ملة إبراهيم الذي أمرنا باتباع ملته))
qurban merupakan salah satu syiar Islam yang paling agung. Ia adalah bentuk ibadah bersama (yang dilakukan umat Islam) di seluruh negeri, dan termasuk ajaran Nabi Ibrahim, yang kita diperintahkan untuk mengikuti ajarannya.” [majmu’ Fatāwā Syaikh al-Islām Ibn Taimiyyah, 23/162]
Allah Ta’ala berfirman:
( وَٱلۡبُدۡنَ جَعَلۡنَٰهَا لَكُم مِّن شَعَٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمۡ فِيهَا خَيۡرٞۖ فَٱذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَيۡهَا صَوَآفَّۖ فَإِذَا وَجَبَتۡ جُنُوبُهَا فَكُلُواْ مِنۡهَا وَأَطۡعِمُواْ ٱلۡقَانِعَ وَٱلۡمُعۡتَرَّۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرۡنَٰهَا لَكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ) [الحج: 36]
“Dan unta-unta itu Kami jadikan untuk kalian sebagai bagian dari syiar-syiar Allah; bagi kalian padanya terdapat kebaikan. Maka sebutlah nama Allah atasnya ketika ia berdiri (untuk disembelih). Lalu apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagian darinya dan berikanlah makan kepada orang yang merasa cukup (tanpa meminta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami menundukkannya bagi kalian agar kalian bersyukur.” (QS. Al-Hajj: 36)
Dan tidaklah Allah menyandingkan perintah menyembelih dalam Al Qur’an selain perintah untuk menegakkan shalat, ini sekali lagi menujukkan agungnya ibaha berqurban dalam syati’at, Allah berfirman:
( قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ) [الأنعام: 162]
Artinya:
“katakana, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.” [QS. Al-An‘ām: 162]
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
(فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ) [الكوثر: 2]
“Maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan sembelihlah qurban.” [QS. Al-Kawtsar: 2]
Anjuran Berqurban:
Sangat dianjurkan bagi yang memiliki kelapangan rizqi untuk melaksanakan ibadah berqurban, Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
عن أبى هريرة – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: “من كان له سِعَةٌ ولم يُضَحِّ فلا يقربنَّ مصلانَا”
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Barang siapa memiliki kelapangan (rezeki) tetapi tidak berqurban, maka jangan sekali-kali mendekati tempat salat kami.’” (Diriwayatkan oleh Ahmad (2/321), Ibnu Majah no. (3123); dishahihkan oleh al-Hakim (2/389) dan disetujui oleh adz-Dzahabi.)
Ikhlas Dalam Berqurban
Bahwa tujuan dari berqurban adalah untuk meraih ketaqwaan, dan ketkqwaan tidak akan diperoleh kecuali jika suatu amalan tersebut dilandasi dengan keikhlasan, Allah Ta‘ala berfirman:
(لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ ) [الحج: 37]
{Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kalian} (QS. Al-Hajj: 37).
Maka maksud dari ibadah qurban sebenarnya adalah untuk mewujudkan ketakwaan hati, Allah yang Maha Suci Dia – adalah Dzat Yang Maha Kaya, tidak membutuhkan sesuatu pun dari makhluk-Nya. Dia tidak mengambil manfaat dari hewan-hewan qurban itu, dan tidak pula sampai kepada-Nya sedikit pun dari darah atau dagingnya. Yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya hanyalah agar mereka bertakwa kepada-Nya, Ikhlas hanya untuk-Nya, dan beribadah kepada-Nya dengan sebenar-benarnya ibadah.
Ketentuan Memilih Hewan Qurban:
- Dan hendaknya jenis binatang qurban adalah hewan ternak yang sesuai dengan ketentuan syari’at Allah Ta’ala berfirman:
( لِّيَشۡهَدُواْ مَنَٰفِعَ لَهُمۡ وَيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ فِيٓ أَيَّامٖ مَّعۡلُومَٰتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلۡأَنۡعَٰمِۖ ) [الحج: 28]
“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa hewan ternak.” (QS. Al-Hajj: 28)
Jenis hewan yang sah untuk qurban: unta, sapi, kambing, atau domba.
- Adapun usia minimal hewan qurban adalah, Unta: 5 tahun, Sapi: 2 tahun, Kambing: 1 tahun, Domba: 6 bulan (jika sulit mendapatkan yang berumur 1 tahun). Nabi Shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
((لا تذبحوا إلا مسنة إلا أن تعسر عليكم فتذبحوا جذعة من الضأن))
“Janganlah kalian menyembelih (hewan qurban) kecuali yang telah mencapai usia musinnah, kecuali jika hal itu menyulitkan kalian, maka sembelihlah jadza‘ah dari kambing domba.”( H.R. Muslim, no. (1963).
- Dan hendakanya seseorang selektif dalam memlih hewan qurban, jangan sampai hewan qurban tersebut memiliki cacat sebgaiman sabda Nabi Shallallāhu ‘alaihi wasallam :
أربع لا تجزئ في الأضاحي: العوراء البيِّن عورها، والمريضة البيِّن مرضها، والعرجاء البيِّن ضلعها، والكسيرة التي لا تُنقى)
Dari al-Barā’ bin ‘Āzib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Ada empat jenis hewan yang tidak sah untuk dijadikan qurban:
(1) hewan yang buta sebelah matanya dengan kebutaan yang jelas,
(2) hewan yang sakit dengan penyakit yang jelas,
(3) hewan yang pincang dengan kepincangan yang nyata, dan
(4) hewan yang sangat kurus hingga tidak memiliki sumsum tulang (kering dan lemah).“ (H.R Abu Dawud (no. 2785), at-Tirmidzi (no. 1530), an-Nasa’i (7/214), dan Ibnu Majah (no. 3144).
Imam An Nawawi mengatakan
قال النووي: (أجمعوا على ان العمياء لا تجزئ وكذا العوراء البين عورها والعرجاء البين عرجها والمريض البين مرضها والعجفاء)
“Para ulama telah sepakat (ijma‘) bahwa hewan yang buta matanya secara total tidak sah dijadikan qurban. Begitu pula hewan yang juling atau buta sebelah yang jelas kebutaannya, hewan pincang yang jelas kepincangannya, hewan yang sakit dengan penyakit yang jelas terlihat, dan hewan yang sangat kurus hingga tidak bersisa sumsum tulangnya.” [al-Majmū‘, 8/404]
Bersambung..