Saya Mukmin insyaaAllah..?
Jika kita ditanya, ‘Apakah anda mukmin?’
Bolehkah kita menjawab, ‘Saya mukmin insyaaAllah’. Apakah jawaban seperti ini benar?
**
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Abu Bakr al-Khallal menyebutkan keterangan dari Ahmad bin Ashram al-Muzani, bahwa Imam Ahmad ditanya:
‘Jika seseorang bertanya kepadaku: Apakah kamu seorang mukmin?’
Jawab Imam Ahmad:
سُؤالُه إيَّاك بِدعةٌ، لا يُشَكُّ في إيمانِك، أو قال: لا نشُكُّ في إيمانِنا
‘Pertanyaannya itu sendiri adalah bid’ah. Tidak ada keraguan dalam keimananmu.’ Atau beliau berkata: ‘Kami tidak meragukan keimanan kami.’
Al-Muzani berkata: Aku mengingat bahwa Imam Ahmad berkata:
أقولُ كما قال طاووسٌ: آمَنْتُ باللهِ، وملائِكتِه، وكُتبِه، ورُسلِه
‘Aku berkata sebagaimana yang dikatakan oleh Thawus: Aku beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.’” (as-Sunah, al-Khallal, 3/601)
Ibnu Taimiyah menjelaskan maksud keterangan Imam Ahmad ini,
قد كان أحمَدُ وغَيرُه مِن السَّلفِ معَ هذا يكرَهونَ سُؤالَ الرَّجلِ لغَيرِه: أمُؤمِنٌ أنت؟ ويكرَهونَ الجوابَ؛ لأنَّ هذه بِدعةٌ أحدَثها المُرجِئةُ ليحتجُّوا بها لقولِهم؛ فإنَّ الرَّجلَ يعلَمُ مِن نَفسِه أنَّه ليس بكافِرٍ
Dulu, Imam Ahmad dan para ulama salaf lainnnya membenci seseorang yang bertanya kepada orang lain: ‘Apakah engkau seorang mukmin?’ dan mereka juga membenci jawaban atas pertanyaan tersebut. Sebab, hal itu adalah bid’ah yang dibuat oleh Murji’ah untuk mendukung pendapat mereka.
Karena sesungguhnya orang itu tahu dari dirinya sendiri bahwa dia bukanlah seorang kafir. (Majmu’ al-Fatawa, 7/448)
Kendati demikian, para ulama memberikan rincian berkaitan dengan hukum mengucapkan ‘Saya mukmin insyaAllah’
[1] Jika mengucapkan ‘insyaaAllah’ karena alasan ragu dengan imannya, ini tidak boleh.
[2] Jika mengucapkan ‘insyaaAllah’ karena alasan agar tidak terjadi tazkiyah menyucikan diri sendiri, hukumnya boleh.
Al-Ajurry menjelaskan hal ini,
مِن صفةِ أهلِ الحقِّ ممَّن ذكَرْنا مِن أهلِ العِلمِ: الاستِثناءُ في الإيمانِ، لا على جِهةِ الشَّكِّ، نعوذُ باللهِ مِن الشَّكِّ في الإيمانِ، ولكن خوفَ التَّزكيةِ لأنفُسِهم مِن الاستِكمالِ للإيمانِ
“Di antara sifat Ahlul Haq dari kalangan ulama yang telah kami sebutkan adalah mereka melakukan istitsna’ dalam iman (menguapkan insyaaAllah), bukan dalam bentuk keraguan—kita berlindung kepada Allah dari ragu terhadap keimanan—tetapi karena mereka takut menyucikan diri sendiri (dengan mengklaim) telah mencapai kesempurnaan iman.” (as-Syariah, 2/656)
Pilihan jawaban yang tepat
Kebiasaan para ulama masa silam ketika ada pertanyaan semacam ini adalah dengan mengatakan, ‘Saya beriman kepada Allah, para malaikat, para rasul, kitab-kitab…’
Imam al-Ajurry mengatakan,
إذا قال لك رجُلٌ: أنت مُؤمِنٌ؟ فقُلْ: آمَنْتُ باللهِ، وملائِكتِه، وكُتبِه، ورُسلِه، واليومِ الآخِرِ، والموتِ، والبَعثِ مِن بَعدِ الموتِ، والجنَّةِ والنَّارِ
“Jika seseorang bertanya kepadamu: ‘Apakah engkau seorang mukmin?’ maka jawablah: ‘Aku beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, kematian, kebangkitan setelah mati, surga, dan neraka.’” (as-Syariah, 2/667)
Allahu a’lam.
Ditulis Oleh Ustadz Ammi Nur Baits, ST. BA.